Pengertian
Leasing
Perusahaan
sewa guna usaha di Indonesia lebih dikenal dengan nama Leasing. Kegiatan
utamanya adalah bergerak di bidang pembiayaan untuk keperluan barang-barang
modal yang diinginkan oleh nasabah. Pembiayaan yang dimaksud jika seorang
nasabah membutuhkan barang-barang modal seperti peralatan kantor atau mobil
dengan cara disewa atau dibeli secara kredit dapat diperoleh diperusahaan
leasing. Pihak Leasing dapat membiayai keinginan nasabah dengan perjanjian yang
telah disepakati kedua pihak.
Perusahaan
Leasing dapat diselenggarakan oleh atau badan usaha yang berdiri sendiri.
Keterbatasan perusahaan leasing adalah tidak boleh melakukan kegiatan yang
dilakukan oleh bank seperti memberikan simpanan dan kredit dalam bentuk uang.
Pengertian
sewa guna usaha secara umum adalah perjanjian antara lessor (perusahaan
leasing) dengan lessee (nasabah) di mana pihak lessor memyediakan barang dengan
hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu
tertentu.
Sedangkan pengertian
sewa guna usaha sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991
adalah “kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara
sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa
hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala”. Yang dimaksud dengan finance
lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana lessee pada akhir masa kontrak
mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa
yang disepakati. Sebaliknya,operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk
membeli objek sewa guna usaha.a. Ketentuan Leasing
Kegiatan
Leasing secara remi diperbolehkan beroperasi di indonesia setelah keluar surat
keputusan bersama antara Menteri Keuangan,Menteri Perindustrian dan Menteri
Perdagangan Nomor Kep. 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/74 dan Nomor
30/Kpb/I/74 Tanggal 7 Februari 1974 Tentang Perizinan Usaha Leasing di
Indonesia.
Wewenang
untuk memberikan usaha Leasing di keluarkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan
Surat keputusan Nomor 649/MK/IV/5/1974 Tanggal 6 Mei 1974 yang mengatur
mengenai ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia.
Lembaga
Pembiayaan Menurut ketentuan ini dimungkinkan untuk melakukan salah satu dari
kegiatan pembiayaan seperti :
1. Sewa guna usaha ( Leasing )
2. Modal ventura ( venture capital )
3. Anjak Piutang ( factoring )
4. Pembiayaan konsumen ( consumer finance )
5.Kartu Kredit ( credit card )
1. Sewa guna usaha ( Leasing )
2. Modal ventura ( venture capital )
3. Anjak Piutang ( factoring )
4. Pembiayaan konsumen ( consumer finance )
5.Kartu Kredit ( credit card )
Perkembangan Leasing di Indonesia
Usaha leasing ( sewa guna usaha )
sebenarnya sudah ada sejak tahun 2000 sebelum masehi yang dilakukan oleh
orang-orang Sumeria. Dokumen-dokumen yang ditemukan dari kebudayaan Sumeria
menunjukkan bahwa transaksi leasing meliputi leasing peralatan, penggunaan
tanah dan binatang piaraan.
Kegiatan Leasing diperkenalkan untuk
pertama kali di indonesia pada tahun 1974 dengan di keluarkannya Surat
Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri
Perindustrian No. Kep. 122/MK/2/1974, No.32/M/SK/1974 dan No. 30/Kpb/1/1974
Tanggal 7 februari 1974 tentang “Perijinan usaha Leasing”. Sejak saat itu
(khususnya tahun 1980) jumlah perusahaan leasing dari tahun ke tahun untuk
membiayai penyediaan barang-barang modal dunia usaha. Untuk mendukung
perkembangan usaha ini, Menteri Keuangan selanjutnya mengeluarkan SK No.
650/MK/IV/5/1974 Tanggal 6 Mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan
dan besarnya bea meterai terhadap usaha leasing. Selanjutnya, tanggal 20
Desember 1988 dengan kebijakan deregulasi, perusahaan pembiayaandi antaranya
usaha leasing diatur dalam paket tersebut. Dengan berlakunya paket kebijakan
tersebut ketentuan leasing sebelumnya dinyatakan tidak berlaku. Dalam paket
tersebut juga diperkenalkanistilah lembaga pembiayaan yaitu badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal
dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Hadirnya perusahaan sewa guna usaha
patungan (joint venture) bersama perusahaan nasional telah mampu mempopulerkan
peranan kegiatan sewa guna sebagai alternatif pembiayaan barang modal yang
sangat dibutuhkan para pengusaha di idonesia, disamping cara-cara pembiayaan
konvensional yang lazim dilakukan melalui perbankan. Ketentuan minimum modal
disetor untuk pendirian suatu perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan
usaha leasing diatur dalam pakdes 20, 1988 dengan keputusan Menteri Keuangan
no. 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, dengan jumlah modal disetor
atau simpanan wajib dan pokok ditetapkan sebagai berikut :
a) Perusahaan swasta nasional sebesar Rp. 3 milyar
b) Perusahaan patungan indonesia-asing sebesar Rp. 10 milyar
c) Koperasi sebesar Rp. 3 milyar
a) Perusahaan swasta nasional sebesar Rp. 3 milyar
b) Perusahaan patungan indonesia-asing sebesar Rp. 10 milyar
c) Koperasi sebesar Rp. 3 milyar
B. Pihak-Pihak
Yang Terlibat dalam Kegiatan Leasing
Adapun pihak-pihak yang terlibat
dalam proses pemberian fasilitas leasing adalah sebagai berikut:
1. Lessor.
Merupakan perusahaan leasing yang
membiayai keinginan nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal. Lessor
dalam financial lease bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah
dikeluarkan untuk membiayai barang modal dengan mendapatkan keuntungan.
2. Lessee.
Lessee Adalah nasabah yang
mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang
diinginkan.
3. Supplier.
Yaitu pedagang yang menyediakan
barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessors dengan lessee dan
dalam hal ini suplier juga dapat bertindak sebagai lessor. Dalam mekanisme
financial lease, suplier langsung menyerahkan barang kepada lease tanpa melalui
pihak lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan.
4. Bank
dan kreditur
Dalam suatu perjanjian atau kontrak
leasing, pihak bank atau kreditur lain tidak terlibat secara langsung dalam
kontrak tersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana
kepada lessor.
C. Penggolongan perusahaan
leasing
Jenis-jenis perusahaan leasing dalam
menjalankan kegiatannya dibagi kedalam tiga 3 (tiga) kelompok yaitu:
1. independent
leasing.
Merupakan perusahaan leasing yang
berdiri sendiri dapat/sekaligus sebagai supplier atau membeli barang-barang
modal dari supplier lain untuk disewakan.
2. Captive
lessor.
Dalam perusahaan leasing jenis
ini, produsen atau supplier mendirikan perusahaan leasing dan yang mereka
sewakan adalah barang-barang milik mereka sendiri. Tujuan utamanya adalah untuk
dapat meningkatkan penjualan, sehingga mengurangi penumpukan barang
digudang/toko.
3. Lease
broker.
Perusahaan jenis ini kerjanya
hanyalah mempertemukan keinginan-keinginan lessee untuk memperoleh barang modal
kepada pihak lessor untuk disewakan.
D. Proses dan
Mekanisme Transaksi Leasing
Dalam melakukan perjanjian leasing
terdapat proses dan mekanisme yang harus dijalankan sebagai beikut:
1. Lessee
bebas memilih dan menentukan pealatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran
harga dan menunjuk suplaier peralatan.
2. Setelah
lessee mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lesor disertai
dokumen lengkap.
3. Lesse
mengefaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease
dengan syarat dan kondisi yang disetujui lessee lalu ditanda tangani.
4. Pada
saat yang sama lease dapat menanda tangani kontrak asuransi seperti
yang tercantum dalam kontrak lease
5. Kontrak pemberian
pealatan akan ditanda tangani lessor dengan suplaier peralatan tersebut.
6. Suplaier
dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi
lessee. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut,
supplier akan menandatangani perjanjian tersebut.
7. Lessee
menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
8. Supplier
menyerahkan tanda terima ( yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan
pemindahan pemilikan kepada lessor.
9. Lessor
membayar harga peralatan yang dileasee kepada supplier.
10. Lesse
membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah
ditentukan dalam kontrak lease.
E. Jenis
dan teknik pembiayaan leasing
Ada dua macam pembiayaan yang
diberikan oleh perusahaan leasing, yaitu:
1. Operating
leasing
Adalah usaha leasing, dimana pihak
lessee hanya membayar sewa pembiayaan (rental) sesuai perjanjian, tanpa diikuti
dengan pemilikan barang modal tersebut oleh lessee pada akhir masa perjanjian.
Dalam praktiknya lessor biasanya membeli
barang modal dari supplieratau pihak lain terlebi dahulu, kemudian
pihak lessee akan membayar rental sejumlah tertentu, tanpa memperhitungkan
terlalu rinci biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor.
2. Financial
lease
Adalah usaha leasing, dimana selain
membayar sewa yang ditetapkan, pada akhirnya masa kontrak pembiayaan lessee
akan membeli barang-barang modal tersebut berdasarkan sisa yang disepakati
bersama.[7]
Teknik pembiayaan
leasing dapat dilihat dari jenis transaksi leasing yang secara garis besar
dapat dibagi dua kategori pembiayaan yaitu finance leasedan operating
lease.
1. Finance Lease.
Adalah suatu bentuk pembiayaan
dengan cara kontrak antara lessor dan lessee dengan ketentuan sebagai berikut:
a. lessor
sebagai pemilik barang atau objek leasing yang dapat berupa barang bergerak
ataupun benda tidak bergerak memiliki umur maksimum sama dengan masa kegunaan
ekonomis barang tersebut.
b. Lessee
berkewajiban membayar kepada lessor secara berkala sesuai dengan jumlah dan
jangka waktu yang disetujui. Jumlah tersebut merupakan angsuran atau lease
payment yang terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan semua biaya
lainnya yang dikeluarkan lessor dan tingkat keuntungan.
c. Lessor
dalam jangka waktu pengembalian yang disetujui tidak dapat secara sepihak
mengakhiri masa kontrak atau pemakaian barang tersebut. Risiko ekonomis
termasuk biaya pemeliharaan dan biaya lainnya yang berhubungan dengan barang
yang di-lease ditanggung oleh lessee.
d. Lessee
pada akhir periode kontrak memiliki hak opsi untuk membeli barang tersebut
sesuai dengan nilai sisa yang disepakati untuk menggembalikan pada lessor atau
memperpanjang masa lesse sesuai dengan syarat-syarat yang disetujui bersama.
Ciri-ciri
finance lease antara lain :
a) Objek leasing tetap milik lessor sampai
dilakukannya hak opsi
b) Barang modal bisa dalam bentuk barang bergerak
/ tidak bergerak
c) Masa sewa barang modal sama dengan umur
ekonomisnya
d) Jumlah
lease payment = jumlah biaya perolehan + biaya-biaya lainnya + spread
e) Lessor
tidak dapat secara sepihak mengakhiri masa kontrak (non-cancellablea), atau
akan dikenakan denda
f) Risiko
ekonomis misalnya biaya pemeliharaan ditanggung lessee
g) Transaksi keuangan
h) Full pay out
i) Disertai hak opsi beli sesuai dengan residual
value
j) Lessor tidak boleh menyusutkan barang modal.
2. Operating Lease.
Adalah suatu perjanjian kontrak
antara lessor dan lessee dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Lessor sebagai pemilik objek leasing kemudian
menyerahkan kepada pihak lessee untuk digunakan dengan jangka waktu relatif
lebih pendek dari pada umur ekonomis barang modal tersebut.
b. Lessor atau pengguna barang modal tersebut
membayar sejumlah sewa secara berkala kepada lessor yang jumlahnya tidak
meliputi jumlah keseluruhan biaya perolehan barang tersebut beserta bunganya.
c. Lessor menanggung segala risiko ekonomis dan
pemeliharaan atas barang-barang tersebut.
d. Lessee pada akhir kontrak harus
mengembalikan objek lease pada lessor.
e. Lease biasanya dapat membatalkan perjanjian
kontrak leasing sewaktu-waktu.
F. Keunggulan
pembiayaan leasing
Keunggulan dari pembiayaan
leasing adalah sebagai berikut:
1. Fleksibilitas
penanaman karena memungkinkan pendayagunaan infesasi dana secara optimum.
2. Menghemat
modal.
Penggunaan sistem leasing
memungkinkan lessee menghemat modal kerja. Untuk memulai usaha, lessee tidak
perlu menyediakan dana dalam jangka besar untuk menyiapkan barang-barang modal.
3. Pemanfaatan
sistem leasing memungkinkan pihak lessee menghemat modal kerja, karena untuk
memulai produksinya, lessee tidak harus menyediakan barang dalam jumlah besar
untuk membeli mesin-mesin, dan sebagainya.
4. Resiko
keusangan.
Dalam keadaan yang serba tidak
menentu, operating leasee terhadap risiko keusangan sehingga lessee tidak perlu
mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang mungkin terjadi.
5. Dalam
keadaan yang serba tidak menentu, operating leasee yang berjangka waktu relatif
singkat dapat mengatasi kekhawatiran lesse terhadap resiko keusangan sehingga
lesee tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang mungkin terjadi.
6. Menciptakan
keuntungkan dari pengaruh inflasi.
Pembayaran sewa bersifat tetap dan
dalam jangka menengah atau panjang. Oleh karena itu, nilai riil sewa akan turun
jika terjadi inflasi dalam perekonomian.
7. Menguntungkan
arus kas.
Keluwesan pengaturan pembayaran sewa
sangatlah penting dalam perencanaan arus dana karena pengaturan ini akan
mempunyai dampak yang berarti bagi pendapatan lessee.
8. Kemudahan
penyusunan anggaran.
Adanya pembayaran sewa secara
berkala yang jumlahnya relatif tetap akan memudahkan dalam penyusunan anggaran
tahunan lessee dapat memilih cara pembayaran sewa secara bulanan atau
kesepakatan lainnya disamping adanya kebebasan dalam penentuan dasar suku bunga
tetap atau mengambang.
G. Contoh
perusahaan leasing
Perusahaan leasing yang berdiri sendiri atau independent dari
supplier/ produsen. Perusahaan dapat memperoleh barang dari berbagai
supplier/produsen.
Contoh :
Contoh :
Adira, WOM, SOF
(Summit Oto Finance), FIF (Federal International Finance- Honda) CAPTIVE
LESSOR Perusahaan leasing yang didirikan sendiri oleh produsen untuk membiayai
penjualan produk-produknya.
Perusahaan leasing
yang mempertemukan calon lessee dengan pihak lessor yang membutuhkan barang
dengan cara leasing. Perusahaan ini juga dapat memberikan jasa-jasa yang
dibutuhkan dalam leasing seperti pendanaan dan barang, tetap dalam
fungsinyasebagai penghubung, seperti : Era, Mentari, Ray White, Columbia,
Columbus.
Pentingnya
leasing bagi perusahaan
Dengan pembiayaan secara leasing perusahaan
bisa mendapatkan komditas - komoditas modal untuk operasional dengan cepat dan
mudah. Sangat berbeda sekali bila kita mengajukan pinjaman terhadap bank yang membutuhkan
syarat - syarat atau agunan yang besar. Untuk perusahaan yang modalnya tipis,
menengah atau kurang, dengan melaksanakan kesepakatan leasing akan
bisa menolong perusahaan dalam melaksanakan roda aktivitasnya. Sesudah jangka
leasing berakhir, perusahaan bisa membeli komoditas modal yang dimaksud.
Perusahaan yang membutuhkan sebagian komoditas modal khusus dalam sebuah proses
produksi dengan tiba - tiba, akan tetapi tidak memiliki dana tunai atau cash yang
cukup, bisa menyelenggarakan kesepakatan leasing untuk mengatasinya. Melalui
leasing akan lebih ekonomis dalam hal biaya pengeluaran keuangan dadibandingkan
membeli dengan cara tunai.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Herman Darmawi . Pasar
Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, (Jakarta: Pt. Bumi Aksara,2006)
Kasmir, Bank Dan Lembaga
Keuangan Lainnya Edisi Ke-6, Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2002
Totok Budisantoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya
Edisi Ke-2,(Jakarta: Salemba Empat, 2006),
Y. Sri Susilo Dkk, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta:
Salemba Empat, 2000).
Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi
Ke-2,(Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,
2002), Hlm. 223.
Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga
Finansial, (Jakarta: Pt. Bumi Aksara,2006) Hlm.200
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-6,
Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2002.Hlm.260
Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga
Finansial, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2006) Hlm.201
Kasmir, Op. Cit., hlm.262-263
ThomasSuyatno, KelembagaanPerbankan, (Jakarta:
PT Grafindo Pustaka Utama, 1999) Hlm 59
Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi
Ke-2,(Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN,
2002). Hlm. 224
Y. Sri Susilo Dkk, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta:
Salemba Empat, 2000). Hlm 74
Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga
Finansial, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2006) Hlm.207-210
Dr. Faried Wijaya M., M.A. Lembaga-Lembaga Keuangan
Dan Keuangan, Edisi Ke-2. Yogyakarta: Bpfe, 1991. Hlm. 387
Totok Budisantoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya
Edisi Ke-2, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), Hlm. 196-197.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar