Minggu, 12 Juni 2016

Tulisan3_ss_Leasing


Pengertian Leasing
Perusahaan sewa guna usaha di Indonesia lebih dikenal dengan nama Leasing. Kegiatan utamanya adalah bergerak di bidang pembiayaan untuk keperluan barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah. Pembiayaan yang dimaksud jika seorang nasabah membutuhkan barang-barang modal seperti peralatan kantor atau mobil dengan cara disewa atau dibeli secara kredit dapat diperoleh diperusahaan leasing. Pihak Leasing dapat membiayai keinginan nasabah dengan perjanjian yang telah disepakati kedua pihak.
Perusahaan Leasing dapat diselenggarakan oleh atau badan usaha yang berdiri sendiri. Keterbatasan perusahaan leasing adalah tidak boleh melakukan kegiatan yang dilakukan oleh bank seperti memberikan simpanan dan kredit dalam bentuk uang.
Pengertian sewa guna usaha secara umum adalah perjanjian antara lessor (perusahaan leasing) dengan lessee (nasabah) di mana pihak lessor memyediakan barang dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu.
Sedangkan pengertian sewa guna usaha sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 adalah “kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala”. Yang dimaksud dengan finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana lessee pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati. Sebaliknya,operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.


a. Ketentuan Leasing
Kegiatan Leasing secara remi diperbolehkan beroperasi di indonesia setelah keluar surat keputusan bersama antara Menteri Keuangan,Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor Kep. 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/74 dan Nomor 30/Kpb/I/74 Tanggal 7 Februari 1974 Tentang Perizinan Usaha Leasing di Indonesia.
Wewenang untuk memberikan usaha Leasing di keluarkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Surat keputusan Nomor 649/MK/IV/5/1974 Tanggal 6 Mei 1974 yang mengatur mengenai ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia.
Lembaga Pembiayaan Menurut ketentuan ini dimungkinkan untuk melakukan salah satu dari kegiatan  pembiayaan seperti :
1. Sewa guna usaha ( Leasing )
2. Modal ventura ( venture capital )
3. Anjak Piutang ( factoring )
4. Pembiayaan konsumen ( consumer finance )
5.Kartu Kredit ( credit card )


 Perkembangan Leasing di Indonesia
Usaha leasing ( sewa guna usaha ) sebenarnya sudah ada sejak tahun 2000 sebelum masehi yang dilakukan oleh orang-orang Sumeria. Dokumen-dokumen yang ditemukan dari kebudayaan Sumeria menunjukkan bahwa transaksi leasing meliputi leasing peralatan, penggunaan tanah dan binatang piaraan.
Kegiatan Leasing diperkenalkan untuk pertama kali di indonesia pada tahun 1974 dengan di keluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian No. Kep. 122/MK/2/1974, No.32/M/SK/1974 dan No. 30/Kpb/1/1974 Tanggal 7 februari 1974 tentang “Perijinan usaha Leasing”. Sejak saat itu (khususnya tahun 1980) jumlah perusahaan leasing dari tahun ke tahun untuk membiayai penyediaan barang-barang modal dunia usaha. Untuk mendukung perkembangan usaha ini, Menteri Keuangan selanjutnya mengeluarkan SK No. 650/MK/IV/5/1974 Tanggal 6 Mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea meterai terhadap usaha leasing. Selanjutnya, tanggal 20 Desember 1988 dengan kebijakan deregulasi, perusahaan pembiayaandi antaranya usaha leasing diatur dalam paket tersebut. Dengan berlakunya paket kebijakan tersebut ketentuan leasing sebelumnya dinyatakan tidak berlaku. Dalam paket tersebut juga diperkenalkanistilah lembaga pembiayaan yaitu badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Hadirnya perusahaan sewa guna usaha patungan (joint venture) bersama perusahaan nasional telah mampu mempopulerkan peranan kegiatan sewa guna sebagai alternatif pembiayaan barang modal yang sangat dibutuhkan para pengusaha di idonesia, disamping cara-cara pembiayaan konvensional yang lazim dilakukan melalui perbankan. Ketentuan minimum modal disetor untuk pendirian suatu perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha leasing diatur dalam pakdes 20, 1988 dengan keputusan Menteri Keuangan no. 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, dengan jumlah modal disetor atau simpanan wajib dan pokok ditetapkan sebagai berikut :

a)    Perusahaan swasta nasional sebesar Rp. 3 milyar
b)    Perusahaan patungan indonesia-asing sebesar Rp. 10 milyar
c)    Koperasi sebesar Rp. 3 milyar

B.  Pihak-Pihak Yang Terlibat dalam Kegiatan Leasing
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemberian fasilitas leasing adalah sebagai berikut:
1.    Lessor.
Merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan nasabahnya untuk memperoleh barang-barang modal. Lessor dalam financial lease bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai barang modal dengan mendapatkan keuntungan.
2.    Lessee.
Lessee Adalah nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang diinginkan.
3.    Supplier.
Yaitu pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessors dengan lessee dan dalam hal ini suplier juga dapat bertindak sebagai lessor. Dalam mekanisme financial lease, suplier langsung menyerahkan barang kepada lease tanpa melalui pihak lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan.
4.    Bank dan kreditur
Dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditur lain tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor.

C.  Penggolongan  perusahaan leasing
Jenis-jenis perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatannya dibagi kedalam tiga 3 (tiga) kelompok yaitu:
1.    independent leasing.
Merupakan perusahaan leasing yang berdiri sendiri dapat/sekaligus sebagai supplier atau membeli barang-barang modal dari supplier lain untuk disewakan.
2.    Captive lessor.
Dalam perusahaan leasing  jenis ini, produsen atau supplier mendirikan perusahaan leasing dan yang mereka sewakan adalah barang-barang milik mereka sendiri. Tujuan utamanya adalah untuk dapat meningkatkan penjualan, sehingga mengurangi penumpukan barang digudang/toko.
3.    Lease broker.
Perusahaan jenis ini kerjanya hanyalah mempertemukan keinginan-keinginan lessee untuk memperoleh barang modal kepada pihak lessor untuk disewakan.

D. Proses dan Mekanisme Transaksi Leasing
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat proses dan mekanisme yang harus dijalankan sebagai beikut:
1.    Lessee bebas memilih dan menentukan pealatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga dan menunjuk suplaier peralatan.
2.    Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lesor disertai dokumen lengkap.
3.    Lesse mengefaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui lessee lalu ditanda tangani.
4.    Pada saat yang sama lease dapat menanda tangani kontrak asuransi  seperti yang tercantum dalam kontrak lease
5.    Kontrak  pemberian pealatan akan ditanda tangani lessor dengan suplaier peralatan tersebut.
6.    Suplaier dapat  mengirimkan peralatan  yang dilease ke lokasi lessee. Untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian tersebut.
7.   Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
8.   Supplier menyerahkan tanda terima ( yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan pemindahan pemilikan kepada lessor.
9.   Lessor membayar harga peralatan yang dileasee kepada supplier.
10. Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditentukan dalam kontrak lease.

E.    Jenis dan teknik pembiayaan leasing
Ada dua macam pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan leasing, yaitu:
1.    Operating leasing
Adalah usaha leasing, dimana pihak lessee hanya membayar sewa pembiayaan (rental) sesuai perjanjian, tanpa diikuti dengan pemilikan barang modal tersebut oleh lessee pada akhir masa perjanjian.
Dalam praktiknya lessor biasanya membeli barang modal dari supplieratau pihak lain terlebi dahulu, kemudian pihak lessee akan membayar rental sejumlah tertentu, tanpa memperhitungkan terlalu rinci biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor.
2.    Financial lease
Adalah usaha leasing, dimana selain membayar sewa yang ditetapkan, pada akhirnya masa kontrak pembiayaan lessee akan membeli barang-barang modal tersebut berdasarkan sisa yang disepakati bersama.[7]
Teknik pembiayaan leasing dapat dilihat dari jenis transaksi leasing yang secara garis besar dapat dibagi dua kategori pembiayaan yaitu finance leasedan operating lease.
1.    Finance Lease.
Adalah suatu bentuk pembiayaan dengan cara kontrak antara lessor dan lessee dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    lessor sebagai pemilik barang atau objek leasing yang dapat berupa barang bergerak ataupun benda tidak bergerak memiliki umur maksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut.
b.    Lessee berkewajiban membayar kepada lessor secara berkala sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang disetujui. Jumlah tersebut merupakan angsuran atau lease payment yang terdiri dari biaya perolehan barang ditambah dengan semua biaya lainnya yang dikeluarkan lessor dan tingkat keuntungan.
c.    Lessor dalam jangka waktu pengembalian yang disetujui tidak dapat secara sepihak mengakhiri masa kontrak atau pemakaian barang tersebut. Risiko ekonomis termasuk biaya pemeliharaan dan biaya lainnya yang berhubungan dengan barang yang di-lease ditanggung oleh lessee.
d.    Lessee pada akhir periode kontrak memiliki hak opsi untuk membeli barang tersebut sesuai dengan nilai sisa yang disepakati untuk menggembalikan pada lessor atau memperpanjang masa lesse sesuai dengan syarat-syarat yang disetujui bersama.

Ciri-ciri finance lease antara lain :
a)   Objek leasing tetap milik lessor sampai dilakukannya hak opsi
b)   Barang modal bisa dalam bentuk barang bergerak / tidak bergerak
c)   Masa sewa barang modal sama dengan umur ekonomisnya
d)   Jumlah lease payment = jumlah biaya perolehan + biaya-biaya lainnya + spread
e)   Lessor tidak dapat secara sepihak mengakhiri masa kontrak (non-cancellablea), atau akan dikenakan denda
f)   Risiko ekonomis misalnya biaya pemeliharaan ditanggung lessee
g)   Transaksi keuangan
h)   Full pay out
i)    Disertai hak opsi beli sesuai dengan residual value
j)    Lessor tidak boleh menyusutkan barang modal.

2.    Operating Lease.
Adalah suatu perjanjian kontrak antara lessor dan lessee dengan ketentuan sebagai berikut:
a.  Lessor sebagai pemilik objek leasing kemudian menyerahkan kepada pihak lessee untuk digunakan dengan jangka waktu relatif lebih pendek dari pada umur ekonomis barang modal tersebut.
b.  Lessor atau pengguna barang modal tersebut membayar sejumlah sewa secara berkala kepada lessor yang jumlahnya tidak meliputi jumlah keseluruhan biaya perolehan barang tersebut beserta bunganya.
c.  Lessor menanggung segala risiko ekonomis dan pemeliharaan atas barang-barang tersebut.
d.  Lessee pada akhir kontrak harus mengembalikan objek lease pada lessor.
e.  Lease biasanya dapat membatalkan perjanjian kontrak leasing sewaktu-waktu.

F.  Keunggulan pembiayaan leasing
Keunggulan dari pembiayaan leasing adalah sebagai berikut:
1.    Fleksibilitas penanaman karena memungkinkan pendayagunaan infesasi dana secara optimum.
2.    Menghemat modal.
Penggunaan sistem leasing memungkinkan lessee menghemat modal kerja. Untuk memulai usaha, lessee tidak perlu menyediakan dana dalam jangka besar untuk menyiapkan barang-barang modal.
3.   Pemanfaatan sistem leasing memungkinkan pihak lessee menghemat modal kerja, karena untuk memulai produksinya, lessee tidak harus menyediakan barang dalam jumlah besar untuk membeli mesin-mesin, dan sebagainya.
4.    Resiko keusangan.
Dalam keadaan yang serba tidak menentu, operating leasee terhadap risiko keusangan sehingga lessee tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang mungkin terjadi.
5.   Dalam keadaan yang serba tidak menentu, operating leasee yang berjangka waktu relatif singkat dapat mengatasi kekhawatiran lesse terhadap resiko keusangan sehingga lesee tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang mungkin terjadi.
6.   Menciptakan keuntungkan dari pengaruh inflasi.
Pembayaran sewa bersifat tetap dan dalam jangka menengah atau panjang. Oleh karena itu, nilai riil sewa akan turun jika terjadi inflasi dalam perekonomian.
7.    Menguntungkan arus kas.
Keluwesan pengaturan pembayaran sewa sangatlah penting dalam perencanaan arus dana karena pengaturan ini akan mempunyai dampak yang berarti bagi pendapatan lessee.
8.   Kemudahan penyusunan anggaran.
Adanya pembayaran sewa secara berkala yang jumlahnya relatif tetap akan memudahkan dalam penyusunan anggaran tahunan lessee dapat memilih cara pembayaran sewa secara bulanan atau kesepakatan lainnya disamping adanya kebebasan dalam penentuan dasar suku bunga tetap atau mengambang.

G.   Contoh perusahaan leasing
Perusahaan leasing yang berdiri sendiri atau independent dari supplier/ produsen. Perusahaan dapat memperoleh barang dari berbagai supplier/produsen.
Contoh :
Adira, WOM, SOF (Summit Oto Finance), FIF (Federal International Finance- Honda) CAPTIVE LESSOR Perusahaan leasing yang didirikan sendiri oleh produsen untuk membiayai penjualan produk-produknya.
Perusahaan leasing yang mempertemukan calon lessee dengan pihak lessor yang membutuhkan barang dengan cara leasing. Perusahaan ini juga dapat memberikan jasa-jasa yang dibutuhkan dalam leasing seperti pendanaan dan barang, tetap dalam fungsinyasebagai penghubung, seperti : Era, Mentari, Ray White, Columbia, Columbus.


Pentingnya leasing bagi perusahaan
Dengan pembiayaan secara leasing perusahaan bisa mendapatkan komditas - komoditas modal untuk operasional dengan cepat dan mudah. Sangat berbeda sekali bila kita mengajukan pinjaman terhadap bank yang membutuhkan syarat - syarat atau agunan yang besar. Untuk perusahaan yang modalnya tipis, menengah atau kurang, dengan melaksanakan kesepakatan leasing akan bisa menolong perusahaan dalam melaksanakan roda aktivitasnya. Sesudah jangka leasing berakhir, perusahaan bisa membeli komoditas modal yang dimaksud. Perusahaan yang membutuhkan sebagian komoditas modal khusus dalam sebuah proses produksi dengan tiba - tiba, akan tetapi tidak memiliki dana tunai atau cash yang cukup, bisa menyelenggarakan kesepakatan leasing untuk mengatasinya. Melalui leasing akan lebih ekonomis dalam hal biaya pengeluaran keuangan dadibandingkan membeli dengan cara tunai.



DAFTAR PUSTAKA
Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, (Jakarta: Pt. Bumi Aksara,2006)
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-6, Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2002
Totok Budisantoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2,(Jakarta: Salemba Empat, 2006),
Y. Sri Susilo Dkk, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2000).
Thomas Suyatno, KelembagaanPerbankan, (Jakarta: PT Grafindo Pustaka Utama, 1999)
Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2,(Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2002), Hlm. 223.            
Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, (Jakarta: Pt. Bumi Aksara,2006) Hlm.200
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-6, Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2002.Hlm.260
Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2006) Hlm.201
Kasmir, Op. Cit., hlm.262-263
ThomasSuyatno, KelembagaanPerbankan, (Jakarta: PT Grafindo Pustaka Utama, 1999) Hlm 59
Subagyo, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2,(Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2002). Hlm. 224
Y. Sri Susilo Dkk, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2000). Hlm 74
Drs. Herman Darmawi . Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,2006) Hlm.207-210
Dr. Faried Wijaya M., M.A. Lembaga-Lembaga Keuangan Dan Keuangan, Edisi Ke-2. Yogyakarta: Bpfe, 1991. Hlm. 387
Totok Budisantoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya Edisi Ke-2, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), Hlm. 196-197.      



Tidak ada komentar:

Posting Komentar