Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam
lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan peraturan hukum
tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran
hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh
kembang, maka hokum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastic Dari
19 daerah lingkungan hukum (rechtskring) di Indonesia, sistem hukum adat
dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
- Hukum Adat mengenai tata negara
- Hukum Adat mengenai warga (hukum pertalian sanak, hukum
tanah, hukum perhutangan).
- Hukum Adat mengenai delik (hukum pidana).
Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan
secara ilmiah oleh Prof. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893,
Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul "De
Atjehers" menyebutkan istilah hukum adat sebagai "adat recht"
(bahasa Belanda) yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial
(social control) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia.
Istilah ini kemudian dikembangkan secara
ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di
Hindia Belanda (sebelum menjadi Indonesia).
Pendapat lain terkait bentuk dari hukum adat,
selain hukum tidak tertulis, ada juga hukum tertulis. Hukum tertulis ini secara
lebih detil terdiri dari hukum ada yang tercatat (beschreven), seperti yang
dituliskan oleh para penulis sarjana hukum yang cukup terkenal di Indonesia,
dan hukum adat yang didokumentasikan (gedocumenteerch) seperti dokumentasi
awig-awig di Bali.
Wilayah hukum adat di Indonesia
Menurut hukum adat, wilayah
yang dikenal sebagai Indonesia sekarang ini dapat dibagi menjadi beberapa
lingkungan atau lingkaran adat (Adatrechtkringen).
Seorang pakar Belanda, Cornelis van Vollenhoven adalah yang pertama mencanangkan
gagasan seperti ini. Menurutnya daerah di Nusantara menurut hukum
adat bisa dibagi menjadi 23 lingkungan adat berikut:
- Aceh
- Gayo dan Batak
- Nias dan
sekitarnya
- Minangkabau
- Mentawai
- Sumatra Selatan
- Enggano
- Melayu
- Bangka dan Belitung
- Kalimantan (Dayak)
- Sangihe-Talaud
- Gorontalo
- Toraja
- Sulawesi Selatan (Bugis/Makassar)
- Maluku Utara
- Maluku Ambon
- Maluku Tenggara
- Papua
- Nusa Tenggara dan Timor
- Bali dan Lombok
- Jawa dan Madura (Jawa
Pesisiran)
- Jawa Mataraman
- Jawa Barat (Sunda)
Disini saya akan
mengambil contoh hukum adat yang beada dalam daerah Jawa Barat atau dapat
disebut juga dengan daerah sunda adalah :
UPACARA ADAT SUNDA
Adat
istiadat yang diwariskan leluhurnya pada masyarakat Sunda masih
dipelihara dan dihormati. Dalam daur hidup manusia dikenal upacara-upacara yang
bersifat ritual adat seperti: upacara adat Masa Kehamilan, Masa Kelahiran, Masa
Anak-anak, Perkawinan, Kematian dll. Demikian juga dalam kegiatan pertanian dan
keagamaan dikenal upacara adat yang unik dan menarik. Itu semua ditujukan
sebagai ungkapan rasa syukur dan mohon kesejahteraan dan keselamatan lahir
bathin dunia dan akhirat. Beberapa kegiatan upacara adat di Jawa Barat dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Upacara Adat Masa Kehamilan
1.
Upacara Mengandung Empat Bulan
Dulu
Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan
belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah
disebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai
pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul
hamil.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
2.
Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara
Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung
7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang
melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup,
maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur
dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja
terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari
dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan
pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat
Lukman&suratMaryam.
3.
Upacara Mengandung Sembilan Bulan
Upacara
sembilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam
upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat
lahir dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuat
bubur, sebagai simbol dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan waktu
melahirkan. Bubur ini biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng atau makanan
lainnya.
4.
Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara
Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari
sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga,
perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau
kerbau yang bunting. Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua
itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan.Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok
dan dituntun oleh indung beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau.
Kalau tidak ada kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh
kali. Perempuan yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi
kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk.
Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang
dimandikan dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini
sudah jarang dilaksanakan.
B. Upacara Kelahiran dan
Masa Bayi
1.
Upacara Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta
dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan,
tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke
sungai. Bersamaan dengan bayi
dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat dibersihkan dan
dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu
ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil
(elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh
seorang paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga
yang dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara penguburan tembuni disertai
pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syeh
Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan
cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan
tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia.
2.
Upacara Nenjrag Bumi
Upacara
Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh kali di dekat
bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai dari bambo
yang dibelah-belah ), kemudian indung beurang menghentakkan kakinya ke pelupuh
di dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi
anak yang tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba
dan menakutkan.
3
.Upacara Puput Puseur
Setelah
bayi terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat yang
sudah lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang .
Seterusnya pusar bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang telah dibungkus
kasa atau kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak
dosol, menonjol ke luar. Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan sekaligus
dengan pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat, dan
disediakan bubur merah bubur putih.
Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara bayi juga yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun saudara bayi yang tiga lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni, pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat bersaudara dan kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus dipelihara dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun dengan saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari) termasuk saudara bayi juga yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun saudara bayi yang tiga lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari, tembuni, pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu empat bersaudara dan kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu harus dipelihara dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup rukun dengan saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah kebahagiaan.
1. Upacara
Ekah (Aqiqah)
Sebetulnya
kata ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak kandung”. Upacara
Ekah ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan
rasa syukur telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan
anak itu kelak menjadi orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya
nanti di alam akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan
setelah bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga setelah 21 hari.
Perlengkapan yangb harus disediakan adalah domba atau kambing untuk disembelih,
jika anak laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup
seekor), dan jika anak perempuan hanya seekor saja. Domba yang akan disembelih untuk upacara
Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba
itu disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah
itu dimasak dan dibagikan kepada handai tolan.
5.
Upacara Nurunkeun
Upacara
Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah, maksudnya mengenal
lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi itu sudah dapat
digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara Nurun keun
dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput Puseur. Pada pelaksanaannya biasa
diadakan pengajian untuk keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan pohon tebu
atau pohon pisang yang digantungi aneka makanan, permainan anak-anak yang
diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh para tamu terutama oleh
anak-anak.
6.
Upacara Cukuran/Marhabaan
Upacara
cukuran dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala
macam najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran
atau terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang
telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur
40 hari. Pada pelaksanaannya bayi
dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan bokor yang
diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa
kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi. Pada saat itu mulailah
para undangan berdo’a dan berjanji atau disebut marhaban atau pupujian, yaitu
memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan membacakan doa yang mempunyai makna
selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut bayi
digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.
7.
Upacara Turun Taneuh
Upacara
Turun Taneuh ialah upacara pertama kali bayi menjejakkan kakinya ke tanah,
diselenggarakan setelah bayi itu agak besar, setelah dapat merangkak atau
melangkah sedikit-sedikit. Upacara ini dimaksudkan agar si anak mengetahui
keduniawian dan untuk mengetahui akan menjadi apakah anak itu kelak, apakah
akan menjadi petani, pedagang, atauakan menjadi orang yang berpangkat.
C. Upacara Masa
Kanak-kanak
1.
Upacara Gusaran
Gusaran
adalah meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara Gusaran
ialah agar gigi anak perempuan itu rata dan terutama agar nampak bertambah
cantik. Upacara Gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh
tahun. Jalannya upacara, anak perempuan setelah didandani duduk di antara para
undangan, selanjutnya membacakan doa dan solawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Kemudian Indung beurang melaksanakan gusaran terhadap anak perempuan itu,
setelah selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk disawer (dinasihati melalui
syair lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan dengan makan-makan. Biasanya
dalam upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun telinga
untuk memasang anting-anting, agar kelihatannya lebih cantik lagi.
2.
Upacara Sepitan/Sunatan
Upacara
sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar alat vitalnya bersih dari najis .
Anak yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah
satu syarat utama sebagai umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan
diselenggarakan pada waktu anak itu masih kecil atau masih bayi, supaya tidak
malu. Upacara sunatan diselenggarakan biasanya jika anak laki-laki menginjak
usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan selain paraji sunat, juga diundang para
tetangga, handai tolan dan kerabat..
Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan disunat dimandikan atau direndam di kolam sampai menggigil (kini hal semacam itu jarang dilakukan lagi berhubung teknologi kesehatan sudah berkembang), kemudian dipangku dibawa ke halaman rumah untuk disunat oleh paraji sunat (bengkong), banyak orang yang menyaksikan diantaranya ada yang memegang ayam jantan untuk disembelih, ada yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan sambil menyanyikan marhaba. Bersamaan dengan anak itu disunati, ayam jantan disembelih sebagai bela, petasan disulut, dan tetabuhan dibunyikan . Kemudian anak yang telah disunat dibawa ke dalam rumah untuk diobati oleh paraji sunat. Tidak lama setelah itu para undangan pun berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh. Mereka memberikan uang/ nyecep kepada anak yang disunat itu agar bergembira dan dapat melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini adapula yang menyelenggarakan hiburan seperti wayang golek, sisingaan atau aneka tarian.
Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak yang akan disunat dimandikan atau direndam di kolam sampai menggigil (kini hal semacam itu jarang dilakukan lagi berhubung teknologi kesehatan sudah berkembang), kemudian dipangku dibawa ke halaman rumah untuk disunat oleh paraji sunat (bengkong), banyak orang yang menyaksikan diantaranya ada yang memegang ayam jantan untuk disembelih, ada yang memegang petasan dan macam-macam tetabuhan sambil menyanyikan marhaba. Bersamaan dengan anak itu disunati, ayam jantan disembelih sebagai bela, petasan disulut, dan tetabuhan dibunyikan . Kemudian anak yang telah disunat dibawa ke dalam rumah untuk diobati oleh paraji sunat. Tidak lama setelah itu para undangan pun berdatangan, baik yang dekat maupun yang jauh. Mereka memberikan uang/ nyecep kepada anak yang disunat itu agar bergembira dan dapat melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini adapula yang menyelenggarakan hiburan seperti wayang golek, sisingaan atau aneka tarian.
D. Upacara Adat
Perkawinan
Secara
kronologis upacara adat perkawinan dapat diurut mulai dari adat sebelum akad
nikah, saat akad nikah dan sesudah akad nikah.
1.Upacara
sebelum akad nikah
Pada
upacara ini biasanya dilaksanakan adat :
(1) Neundeun Omong : yaitu kunjungan orang tua jejaka kepada orang tua si gadis untuk bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak anak gadisnya akan dilamar.
(2) Ngalamar : nanyaan atau nyeureuhan yaitu kunjungan orang tua jejaka untuk meminang/melamar si gadis, dalam kunjungan tersebut dibahas pula mengenai rencana waktu penikahannya. Sebagai acara penutup dalam ngalamar ini si pelamar memberikan uang sekedarnya kepada orang tua si gadis sebagai panyangcang atau pengikat, kadang-kadang dilengkapi pula dengan sirih pinang selengkapnya disertai kue-kue & buah-buahan. Mulai saat itu si gadis telah terikat dan disebut orang bertunangan.
(3) Seserahan: yaitu menyerahkan si jejaka calon pengantin pria kepada calon mertuanya untuk dikawinkan kepada si gadis. Pada acara ini biasa dihadiri oleh para kerabat terdekat, di samping menyerahkan calon pengantin pria juga barang-barang berupa uang, pakaian, perhiasan, kosmetik dan perlengkapan wanita, dalam hal ini tergantung pula pada kemampuan pihak calon pengantin pria. Upacara ini dilakukan 1 atau 2 hari sebelum hari perkawinan atau adapula yang melaksanakan pada hari perkawinan sebelum akad nikah dimulai.
(4) Ngeuyeuk Seureuh: artinya mengerjakan dan mengatur sirih serta mengait-ngaitkannya. Upacara ini dilakukan sehari sebelum hari perkawinan, yang menghadiri upacara ini adalah kedua calon pengantin, orang tua calon pengantin dan para undangan yang telah dewasa. Upacara dipimpin oleh seorang pengetua, benda perlengkapan untuk upacara ini seperti sirih beranting, setandan buah pinang, mayang pinang, tembakau, kasang jinem/kain, elekan, dll semuanya mengandung makna/perlambang dalam kehidupan berumah tangga. Upacara ngeuyeuk seureuh dimaksudkan untuk menasihati kedua calon mempelai tentang pandangan hidup dan cara menjalankan kehidupan berumah tangga berdasarkan etika dan agama, agar bahagia dan selamat. Upacara pokok dalam adat perkawinan adalah ijab kabul atau akad nikah .
(1) Neundeun Omong : yaitu kunjungan orang tua jejaka kepada orang tua si gadis untuk bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak anak gadisnya akan dilamar.
(2) Ngalamar : nanyaan atau nyeureuhan yaitu kunjungan orang tua jejaka untuk meminang/melamar si gadis, dalam kunjungan tersebut dibahas pula mengenai rencana waktu penikahannya. Sebagai acara penutup dalam ngalamar ini si pelamar memberikan uang sekedarnya kepada orang tua si gadis sebagai panyangcang atau pengikat, kadang-kadang dilengkapi pula dengan sirih pinang selengkapnya disertai kue-kue & buah-buahan. Mulai saat itu si gadis telah terikat dan disebut orang bertunangan.
(3) Seserahan: yaitu menyerahkan si jejaka calon pengantin pria kepada calon mertuanya untuk dikawinkan kepada si gadis. Pada acara ini biasa dihadiri oleh para kerabat terdekat, di samping menyerahkan calon pengantin pria juga barang-barang berupa uang, pakaian, perhiasan, kosmetik dan perlengkapan wanita, dalam hal ini tergantung pula pada kemampuan pihak calon pengantin pria. Upacara ini dilakukan 1 atau 2 hari sebelum hari perkawinan atau adapula yang melaksanakan pada hari perkawinan sebelum akad nikah dimulai.
(4) Ngeuyeuk Seureuh: artinya mengerjakan dan mengatur sirih serta mengait-ngaitkannya. Upacara ini dilakukan sehari sebelum hari perkawinan, yang menghadiri upacara ini adalah kedua calon pengantin, orang tua calon pengantin dan para undangan yang telah dewasa. Upacara dipimpin oleh seorang pengetua, benda perlengkapan untuk upacara ini seperti sirih beranting, setandan buah pinang, mayang pinang, tembakau, kasang jinem/kain, elekan, dll semuanya mengandung makna/perlambang dalam kehidupan berumah tangga. Upacara ngeuyeuk seureuh dimaksudkan untuk menasihati kedua calon mempelai tentang pandangan hidup dan cara menjalankan kehidupan berumah tangga berdasarkan etika dan agama, agar bahagia dan selamat. Upacara pokok dalam adat perkawinan adalah ijab kabul atau akad nikah .
2.
Upacara Adat Akad Nikah
Upacara
perkawinan dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi ketentuan-ketentuan yang
telah digariskan dalam agama Islam dan adat. Ketentuan tersebut adalah: adanya
keinginan dari kedua calon mempelai tanpa paksaan, harus ada wali nikah yaitu
ayah calon mempelai perempuan atau wakilnya yang sah, ada ijab kabul, ada saksi
dan ada mas kawin. Yang memimpin pelaksanaan akad nikah adalah seorang Penghulu
atau Naib, yaitu pejabat KantorUrusanAgama.Upacara akad nikah biasa
dilaksanakan di Mesjid atau di rumah mempelai wanita. Adapun pelaksanaannya
adalah kedua mempelai duduk bersanding diapit oleh orang tua kedua mempelai,
mereka duduk berhadapan dengan penghulu yang di kanan kirinya didampingi oleh 2
orang saksi dan para undangan duduk berkeliling. Yang mengawinkan harus wali
dari mempelai perempuan atau mewakilkan kepada penghulu. Kalimat menikahkan
dari penghulu disebut ijab, sedang sambutan dari mempelai pria disebut qobul
(kabul). Setelah dilakukan ijab-qobul dengan baik selanjutnya mempelai pria
membacakan talek, yang bermakna ‘janji’ dan menandatangani surat nikah. Upacara
diakhiri dengan penyerahan mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita.
3.
Upacara Adat sesudah akad nikah
a) Munjungan/sungkeman : yaitu
kedua mempelai suami dan istri melakukan adat sungkeman kepada kedua orang tua
mempelai untuk memohon do’a restu.
b) Upacara Sawer (Nyawer): perlengkapan yang diperlukan adalah sebuah bokor yang berisi beras kuning, uang kecil (receh) /logam, bunga, dua buah tektek (lipatan sirih yang berisi ramuan untuk menyirih), dan permen. Pada pelaksanaannya kedua mempelai duduk di halaman rumah di bawah cucuran atap (panyaweran), upacara dipimpin oleh juru sawer. Juru sawer menaburkan isi bokor tadi kepada kedua pengantin dan para undangan sebagai selingan dari syair yang dinyanyikan olehnya sendiri. Adapun makna dari upacara nyawer tersurat dalam syair yang ditembangkan juru sawer, intinya adalah memberikan nasehat kepada kedua mempelai agar saling mengasihani, dan mendo’akan agar kedua mempelai mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam membina rumah tangganya.
c) Upacara Nincak Endog : atau upacara injak telur yaitu setelah upacara nyawer kedua mempelai mendekati tangga rumah , di sana telah tersedia perlengkapan seperti sebuah ajug/lilin, seikat harupat (sagar enau) berisikan 7 batang, sebuah tunjangan atau barera (alat tenun tradisional) yang diikat kain tenun poleng, sebuah elekan, sebutir telur ayam mentah, sebuah kendi berisi air, dan batu pipisan, semua perlengkapan ini mempunyai perlambang. Dalam pelaksanaannya lilin dinyalakan, mempelai wanita membakar ujung harupat selanjutnya dibuang, lalu mempelai pria menginjak telur, setelah itu kakinya ditaruh di atas batu pipisan untuk dibasuh air kendi oleh mempelai wanita dan kendinya langsung dihempaskan ke tanah hingga hancur. Makna dari upacara ini adalah menggambarapengabdian seorang istri kepada suaminya.
b) Upacara Sawer (Nyawer): perlengkapan yang diperlukan adalah sebuah bokor yang berisi beras kuning, uang kecil (receh) /logam, bunga, dua buah tektek (lipatan sirih yang berisi ramuan untuk menyirih), dan permen. Pada pelaksanaannya kedua mempelai duduk di halaman rumah di bawah cucuran atap (panyaweran), upacara dipimpin oleh juru sawer. Juru sawer menaburkan isi bokor tadi kepada kedua pengantin dan para undangan sebagai selingan dari syair yang dinyanyikan olehnya sendiri. Adapun makna dari upacara nyawer tersurat dalam syair yang ditembangkan juru sawer, intinya adalah memberikan nasehat kepada kedua mempelai agar saling mengasihani, dan mendo’akan agar kedua mempelai mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam membina rumah tangganya.
c) Upacara Nincak Endog : atau upacara injak telur yaitu setelah upacara nyawer kedua mempelai mendekati tangga rumah , di sana telah tersedia perlengkapan seperti sebuah ajug/lilin, seikat harupat (sagar enau) berisikan 7 batang, sebuah tunjangan atau barera (alat tenun tradisional) yang diikat kain tenun poleng, sebuah elekan, sebutir telur ayam mentah, sebuah kendi berisi air, dan batu pipisan, semua perlengkapan ini mempunyai perlambang. Dalam pelaksanaannya lilin dinyalakan, mempelai wanita membakar ujung harupat selanjutnya dibuang, lalu mempelai pria menginjak telur, setelah itu kakinya ditaruh di atas batu pipisan untuk dibasuh air kendi oleh mempelai wanita dan kendinya langsung dihempaskan ke tanah hingga hancur. Makna dari upacara ini adalah menggambarapengabdian seorang istri kepada suaminya.
d) Upacara Buka Pintu : upacara
ini dilaksanakan setelah upacara nincak endog, mempelai wanita masuk ke dalam
rumah sedangkan mempelai pria menunggu di luar, hal ini menunjukan bahwa
mempelai wanita belum mau membukakan pintu sebelum mempelai pria kedengaran
mengucapkan sahadat. Maksud upacara ini untuk meyakinkan kebenarannya beragama
Islam. Setelah membacakan sahadat pintu dibuka dan mempelai pria dipersilakan
masuk. Tanya jawab antara keduanya dilakukan dengan nyanyian (tembang) yang
dilakukan oleh juru tembang.
e) Upacara Huap Lingkung
: Kedua
mempelai duduk bersanding, yang wanita di sebelah kiri pria, di depan mempelai
telah tersedia adep-adep yaitu nasi kuning dan bakakak ayam (panggang ayam yang
bagian dadanya dibelah dua). Mula-mula bakakak ayam dipegang kedua mempelai
lalu saling tarik menarik hingga menjadi dua. Siapa yang mendapatkan bagian
terbesar dialah yang akan memperoleh rejeki besar diantara keduanya. Setelah
itu kedua mempelai huap lingkung , saling menyuapi. Upacara ini dimaksudkan
agar kedua mempelai harus saling memberi tanpa batas, dengan tulus dan ikhlas
sepenuh hati.
Sehabis upacara huap lingkung kedua mempelai dipersilakan duduk di pelaminan diapit oleh kedua orang tua mempelai untuk menerima ucapan selamat dari para undangan (acara resepsi).
Sehabis upacara huap lingkung kedua mempelai dipersilakan duduk di pelaminan diapit oleh kedua orang tua mempelai untuk menerima ucapan selamat dari para undangan (acara resepsi).
E. Upacara Adat Kematian
Pada
garis besarnya rangkaian upacara adat kematian dapat digambarkan sebagai
berikut: memandikan mayat, mengkafani mayat, menyolatkan mayat, menguburkan
mayat, menyusur tanah dan tahlilan, yaitu pembacaan do’a dan zikir kepada Allah
swt. agar arwah orang yang baru meninggal dunia itu diampuni segala dosanya dan
diterima amal ibadahnya, juga mendo’kan agar keluarga yang ditinggalkannya
tetap tabah dan beriman dalam menghadapi cobaan. Tahlilan dilaksanakan di
rumahnya, biasanya sore/malam hari pada hari pertama wafatnya (poena), tiluna(tiga
harinya), tujuhna (tujuh harinya), matangpuluh (empat
puluh harinya), natus (seratus hari),mendak taun (satu
tahunnya), dan newu (seribu harinya).
SUMBER :